Sengaja aku melipat selimut lebih cepat pagi ini. Rasa ngantuk tenggelam oleh hasrat untuk mengabadikan landscape desa dalam lensa. Bermodal kamera pocket sederhana, aku tenggelam oleh embun di atas rerumputan. Larut oleh siluet jingga yang kian jelas di ufuk timur. Ini yang membuatku selalu rindu untuk pulang. Halaman dengan hamparan rumput hijau. Walau sedikit kurang terawat, tetap saja memikat hati yang melihat. Nama desaku Sungai Abang. Abang adalah kata lain untuk orange yang mendekati merah. Nama ini diambil dari warna air yang mengaliri salah satu sungai di desaku. Menurut cerita kakek, air sungai merah karena darah korban perang pada jaman penjajahan. ‘Dulu warnanya lebih merah lagi, menyerupai darah.’ Ini selalu dikatakan kakek setiap kali aku bertanya perihal air sungai yang tidak jernih. Setelah aku analisis dengan pengetahuan yang didapatkan di bangku sekolah, ternyata tanah di hulu sungai yang menyeb...
dari manusia yang sedang belajar mencintai buku