|
-Teman- |
Izinkan aku menumpahkan kegelisahan, di sela-sela rasa takut pada kehidupan. Khawatir jika nanti aku meninggalkan dunia ini tanpa bekal yang cukup untuk memasuki surga-Nya. Izinkan aku mengabadikan kecemasan, agar nanti ini menjadi catatan yang bisa mengingatkanku tentang visi-misi sebuah pekerjaan. Izinkan aku untuk merekam janji dan harapan, agar kelak bisa membangunkanku dari nyamannya kehidupan. Catatan kecil tentang sebuah keputusan, tentang jalan yang aku pilih untuk menjemput ridho Allah. Inilah sebuah kisah yang akan menjadi guruku kelak...
Serpong, 15 Juli 2018
Terik matahari menyambut hangat kedatanganku. Saat matahari sedikit tergelincir ke arah barat, aku menginjakkan kaki di bumi Serpong untuk pertama kali. Rasa asing dan haus menemaniku menunggu teman yang datang menjemput. Suasana yang cukup sepi untuk ukuran sebuah komplek, Batan Indah, komplek yang kelak menjadi domisiliku untuk sementara waktu.
Puspiptek, 16 Juli 2018
Tepat pukul sembilan pagi aku menapakkan kaki di Pusat Penelitian Fisika LIPI, instansi yang berulangkali aku sebut sebagai tempat kerja impian. Menjadi peneliti, profesi yang menurutku begitu menggairahkan. Inovasi dan kebaharuan seolah menantangku agar menjadi lebih pandai. Pekerjaan yang sudah sejak lama aku impikan, menjadi bagian dari lembaga penelitian. Namun, realita tak seindah angan-angan masa lalu. Pekerjaan yang menurutku ideal menuntut banyak pengorbanan. Uang saku yang tidak memadai, lingkungan yang 'terisolir', biaya transportasi yang mahal, dan pekerjaan yang santai memintaku menjadi manusia yang lebih sabar. Bagaimanapun, alat karakterisasi yang begitu mengesankan berhasil menahanku untuk tetap tinggal.
September, 2018
Pemerintah mengumumkan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Dengan kualifikasi pendidikan Magister Fisika, ada banyak formasi yang bisa aku lamar. Termasuk LIPI, instansi yang sekarang menjadi tempat aku belajar. Dalam gelisah menentukan pilihan, aku menyerahkan semua saran dan keputusan pada ridho orang tua. Selama ini, semua pencapaian yang aku dapatkan adalah hasil do'a dan saran orang tua. Karena alasan agar bisa memberi manfaat lebih, orang tua lebih ridho jika aku melamar sebagai Dosen Fisika Universitas Andalas. Inilah jalan yang aku pilih. Ya Allah, mohon dengarkan cerita dan kabulkan pintaku...
Mel, mengapa memilih jalan menjadi pengajar? Mengapa memilih mencoba menjadi dosen dan menepi dari riuh ramainya perkotaan?
Ya Allah, mohon dengarkan jawabanku. Aku mencintai dan bermimpi menjadi peneliti profesional. Mengeksplorasi kebaharuan adalah pekerjaan yang menyenangkan. Bermain bersama alat-alat karakterisasi, material mahal, dan diskusi bersama peneliti ternama adalah tujuan yang sejak dulu ingin aku rasakan. Tentu semua ini akan lebih sulit aku wujudkan jika memilih menjadi pengajar dan kembali ke daerah. Namun, beberapa kalimat orang tuaku berhasil meletakkan kembali mimpi-mimpi yang sudah lama aku rangkai.
Nak, kamu tidak lahir di ranjang rumah sakit. Hadirmu di dunia tidak disambut oleh dokter atau perawat. Tangisan pertamamu tidak menggema dalam sterilnya ruang bersalin, tapi di tangan nenekmu. Dengan peralatan seadanya nenekmu membantu ibu mengantarmu ke dunia. Tidak ada antiseptik, vaksin, analgesik, bak mandi, kamar tidur bayi, apalagi sesi fotografi. Hanya baskom, kain panjang lusuh, rimpang kunyit, dan gunting untuk memotong plasentamu. Tangismu pecah saat nenek menjilat dadamu yang masih berlumur darah. Tanpa rasa jijik dia lakukan itu untuk cucunya, dengan harapan itu akan membuatmu menjadi pintar dan mudah menerima pelajaran. Dengan ilmu yang sudah dipelajari, mungkin kamu akan tertawa dan mengatakan itu tidak steril dan tidak logis. Begitulah nenekmu, bertahun-tahun menjadi dukun beranak yang dibayar dengan beras, kain panjang, dan uang untuk membeli makanan ringan. Karena kemurahan hatinya, puluhan anak berhasil dia antarkan melihat dunia.
Nak, sekarang pemilik tangan itu sudah renta. Hampir satu abad usianya. Penglihatannya mulai kabur. Pendengarannya mulai bermasalah. Sifat bijaknya perlahan menghilang. Di antara sisa-sisa ingatannya, yang paling sering ditanyakannya adalah kamu. Katanya, kamu adalah cucunya yang paling pandai. Cucunya yang jarang pulang. Cucunya yang dia lepas ke rantau dengan tangisan. Harapannya sederhana, cucunya akan membantu orang lain dengan ilmu yang dia punya. Nak, Ibu bangga kamu menjadi peneliti. Walau ibu tak paham dengan cerita penemuanmu, Ibu senang melihat kamu menikmati pekerjaanmu. Walau Ibu tidak pernah tahu tentang alat yang kamu pakai, tentang eksperimen yang kamu rancang, Ibu bahagia melihatmu yang selalu antusias bercerita apa saja. Ibu bangga kamu mengoperasikan alat-alat mahal, alat-alat yang namanya saja belum pernah Ibu dengar.
Namun, ada satu fakta yang tidak bisa kita lupakan. Kamu lahir di antara anak-anak yang masih membutuhkan uluran tangan untuk dibimbing. Masa kecilmu dilewati bersama mereka yang mengubur mimpi-mimpi karena dipaksa keadaan. Ibu bangga kamu menjadi peneliti. Tapi Ibu akan lebih bangga jika anak Ibu memanfaatkan ilmunya untuk membantu orang lain di desa kita. Nak, selagi ada kesempatan, Ibu minta kamu mencoba. Soal hasil, kita serahkan pada Yang Maha Kuasa. Nak, cobalah untuk kembali dan mengabdi. Ibu rasa menjadi dosen tidak akan menghalangimu menjadi peneliti. Agar apa yang kamu pelajari lebih berkah, bantulah orang lain dengan ilmu yang kamu punya.
Begitulah mengapa aku mencoba mendaftar sebagai calon dosen, untuk membantu orang lain. Terutama orang-orang yang ada di desaku. Ya Allah, aku melangkah dengan ridho dan restu orang tua. Aku membawa harapan dan cita-cita nenekku yang sudah renta. Maka sekarang aku memohon ridho-Mu juga, agar jalan yang aku pilih bisa memberi manfaat sebanyak-banyaknya. Ya Allah, esok akan aku antarkan amplop berisi lamaran itu ke tukang pos. Di dalamnya juga terlampir do'a dan harapan orang tua, keluarga, dan penduduk desaku. Ya Allah, jangan Engkau tenggelamkan harapanku dan juga mereka dengan rasa kecewa. Aku mohon kemudahan dari-Mu dalam melewati semua proses seleksi ini. Mohon izinkan aku agar bisa memberi kabar bahagia di akhir seleksi nanti.
Ya Allah, aku tahu kemampuanku tidak seberapa dibandingkan orang lain yang juga mendaftar. Prestasiku tidak ada. Tidak ada kualifikasi yang diminta oleh Fisika Universitas Andalas yang bisa aku penuhi. Namun ya Allah, demi mebahagiakan orang tua dan agar bisa membantu mereka yang mengharapkan bantuan, aku gunakan satu kesempatan yang aku miliki untuk berjuang di jalan ini. Aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan. Jika menjadi Dosen Fisika Universitas Andalas adalah yang terbaik untukku, yang akan membuatku menjadi manusia yang lebih baik di mata-Mu, maka aku mohon bantuan-Mu dan berikan kemudahan kepadaku dalam melewati semua tahapan seleksi. Jika profesi itu hanya akan membuat-Mu murka kepadaku, maka ya Allah aku mohon jauhkan aku darinya dan berikan aku ganti yang lebih baik dengan cara yang juga baik, serta berikan aku kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan dalam menerima kegagalan.
Ya Allah, jika sebelumnya Engkau izinkan aku memberikan kabar bahagia pada keluargaku, maka sekarang aku mohon izin-Mu agar aku kembali bisa mengabarkan berita bahagia terkait hasil seleksi nanti. Ya Allah, aku tidak tahu berapa besar usaha dan amalan yang dilakukan oleh orang lain di luar sana yang menjadi sainganku. Hanya memaksimalkan do'a dan usaha yang aku mampu. Aku mohon kemudahan dari-Mu dengan semua usaha dan kerja kerasku. Aku yakin, PNS bukan satu-satunya cara untuk menjemput rezekimu. Jika memang Engkau tidak izinkan aku untuk menjadi PNS, mohon berikan aku ganti yang lebih baik dengan cara yang juga baik. Karena Engkau Maha Mengetahui yang terbaik, maka kepada-Mu lah aku berserah diri...
Bismillah, dengan izin-Mu ya Allah aku akan melangkah.