Tulisan ini dibuat khusus untuk diriku dan mereka yang tidak pernah berhenti berjuang dalam merealisasikan mimpi-mimpi. Semangatlah dan yakinlah bahwa kita tidak pernah sendiri!
Sebelum membaca tulisan ini, kusampaikan pada kalian bahwa aku bukan motivator. Jika ada kebaikan yang bisa diteladani, itu pemberian Tuhan. Jika ada kesalahan dan kekurangan, itu fitrahku karena aku adalah manusia.
Mengapa memilih CPNS dibandingkan beasiswa MEXT untuk S3 di Graduate School of Life Science Hokkaido University Jepang?
Aku manusia biasa yang hari-harinya diisi oleh canda, tawa, dan juga air mata. Jika mengikuti ego, tentu aku akan memilih kuliah di luar negeri dibandingkan mengabdi di pelosok negeri. Tapi hidup tak melulu tentang kita. Ada orang tua, saudara, keluarga, agama, hingga bangsa dan negara. Semua ini memberi pengaruh dalam hidup kita. Benar adanya bahwa setiap keputusan adalah tanggung jawab diri kita sendiri karena kita yang akan menjalaninya. Tapi lingkungan sedikit banyaknya turut andil, terutama keluarga karena mereka turut merasakan dampak dari setiap keputusan yang kita buat.
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi terletak di provinsi tempat aku dilahirkan. Walau jaraknya masih terbilang jauh dari rumah orang tua, 6 jam perjalanan darat jauh lebih singkat dibandingkan 9 jam penerbangan Jakarta-Sapporo. Aku sedang belajar menjadi anak yang berbakti. Enam belas tahun sudah orang tua meridhoiku merantau demi menuntut ilmu. Dalam 16 tahun itu banyak yang mereka korbankan, termasuk rindu untuk bertemu. Menurutku, tidak berlebihan jika aku harus mengorbankan satu dari sederetan panjang mimpiku demi membahagiakan orang tua. Masih banyak beasiswa lain yang bisa aku coba. Secara umur, kesempatanku untuk sekolah lagi juga masih panjang. Sementara itu, aku tidak tahu kapan orang tua atau bahkan diriku akan berpulang kepada Tuhan. Selagi masih ada kesempatan, gunakan sebaik mungkin agar nanti tidak menyesal.
Selain orang tua, apa alasan yang membuat yakin untuk mengundurkan diri dari MEXT?
Aku sudah menyelami dunia penelitian sejak 2013 (saat mengerjakan skripsi). Dengan durasi waktu selama ini, terutama dengan pengalamanku bekerja di LIPI, tentu sangat disayangkan ketika aku memilih berhenti dan mulai menyelami dunia lain. Tapi begitulah hidup, selalu ada konsekuensi dari setiap pilihan yang dibuat. Kadang juga terbersit rasa was-was, memilih kampus kecil di daerah dengan jurusan yang masih bayi membuatku banyak merenung, masa depanku akan seperti apa? Bisa jadi karier penelitianku akan mati dan terkubur begitu saja. Bahkan aku belum sempat memetik hasilnya. Di lain sisi, aku adalah pribadi yang optimis dan tidak mudah dipatahkan oleh kondisi apapun. Selama ini, perjuanganku dalam penelitian bukan hanya tertatih-tatih, tapi juga sempat lumpuh. Tapi Allah Maha Baik, perlahan tapi pasti Allah tarik tanganku untuk merangkak, berdiri, lalu berjalan bersama yang lain. Aku percaya bahwa selama kita punya niat baik, Allah akan gerakkan semesta untuk membantu kita mewujudkannya. Bismillah...
Hal lain adalah aku sudah menerima banyak hal dari negeri ini. Sebagai putra bangsa yang disekolahkan oleh negara, sudah seharusnya aku mengabdi. Terimakasih harus diwujudkan dengan mengasihi (memberi kembali) setelah menerima. Lah, kan bisa nanti! Iya, tapi nanti tak ada yang pasti karena kita bisa mati sebelum sempat memberi. Niat baik harus disegerakan. Menjadi peneliti adalah satu dari sekian banyak cita-citaku. Tapi dunia penelitian tak seperti yang aku bayangkan. Hasilnya tak bisa dirasakan dalam satu atau dua tahun perjuangan. Begitu juga dengan dunia pendidikan. Keduanya sama-sama membutuhkan kesabaran. Tapi kutemukan satu benang pemisah di antara keduanya, dalam penelitian aku berinvestasi pada barang, sedangkan dalam pendidikan aku berinvestasi pada manusia. Sebagai wanita yang memiliki naluri keibuan, tentu harapan terbesarku adalah memiliki anak-anak yang sholeh sebagai tabungan amal jariyah. Namun faktanya adalah Allah belum menakdirkanku menikah dan memiliki anak. Maka solusi yang paling mungkin adalah dengan mendidik anak orang lain.
Bagaimana bisa lulus CPNS?
Aku tidak tahu penyebab pastinya. Tapi menurutku, yang paling berpengaruh adalah do'a dan ridho orang tua. Mamak (Ibu) kurang rela aku berangkat ke Jepang, terutama dalam kondisi pandemi ini. Sejak awal, aku dan orang tua sudah membuat janji bahwa aku akan menunda studi jika lulus CPNS. Begitu juga sebaliknya, jika tidak lulus CPNS, orang tua akan merestui sepenuhnya studiku di Jepang. Kekhawatiran Mamak diwujudkan dalam do'a sepanjang malam dan siang. Inilah yang membawaku pada takdir menjadi calon ASN. Harusnya, aku sudah berangkat ke Jepang pada akhir September 2020. Namun karena covid-19, aku meminta defer perkuliahan ke April 2021 dan Professor menyetujuinya sehingga aku bisa mengikuti ujian akhir CPNS pada Bulan Oktober 2020. Begitulah cara Tuhan bekerja, semua terjadi begitu saja dan di luar logika manusia.
Aku juga bukan peserta dengan skor terbaik di antara sainganku. Ujian SKD aku hanya nomor urut 3. Untuk ujian SKB, satu-satunya poin yang kudapatkan paling tinggi hanya Praktik Kerja. Sedangkan poin psikotes dan wawancara di bawah peserta lain. Muncul pertanyaan, apa yang membuat poin Praktik Kerjaku sangat tinggi sementara aku belum pernah mengajar sebagai dosen, sementara salah satu sainganku adalah dosen di kampus lain? Lagi-lagi, aku tidak tahu penyebab pastinya. Kemungkinan adalah karena pengalaman penelitian dan publikasi. Oh ya, walau tidak pernah mengajar di sekolah atau perguruan tinggi, aku sudah mengajar sejak tahun 2012 hingga saat ini. Entah itu mengajar les, atau mengajar untuk kegiatan sosial. Pengalaman ini banyak membentuk kemampuanku dalam berkomunikasi dan menjelaskan pada orang lain. Selain itu, ini juga bukan CPNS-ku yang pertama. Ini adalah CPNS-ku yang ketiga kalinya. Dua sebelumnya aku memilih instansi yang berbeda. Selain karena memang kompetensi diriku belum memadai, mungkin juga karena orang tua dan keluarga yang kurang ridho sehingga Tuhan juga enggan untuk mewujudkan apa yang aku inginkan.
Apa pesan yang bisa diberikan untuk teman-teman pembaca?
Aku tidak tahu karena kondisi masing-masing kita berbeda. Namun jika harus memberi pesan, ada sedikit catatan yang aku ringkas dari sepanjang perjalanan kehidupan yang aku lalui.
- Perjalanan mengejar mimpi bukan perjuangan sehari, lalu esok pagi semuanya terealisasi. Perjuangan mengejar mimpi adalah perjuangan seumur hidup karena ketika satu mimpi tercapai maka akan hadir mimpi yang baru.
- Selalu berbaik sangka karena tidak ada satu hal pun di dunia ini yang Allah takdirkan untuk kita sekedar kesia-siaan belaka. Semua ada hikmahnya karena selalu ada hal baik yang bisa kita petik. Namun hal baik ini baru bisa dilihat saat kita memiliki hati yang lapang, niat yang tulus, dan pikiran yang bersih.
- Setiap pilihan yang dibuat akan membawa kita pada pilihan yang baru. Tidak ada pilihan yang paling tepat atau paling benar. Yang ada hanya kita yang membuatnya menjadi tepat dan benar. Ini tergantung pada apa yang kita lakukan setelah membuat pilihan.
- Tidak ada pengalaman yang sia-sia. Apapun yang sedang kita jalani hari ini, itu adalah modal untuk hidup kita di masa yang akan datang. Di dunia ini, kita hanya pemain yang memerankan skenario Tuhan. Skenarionya tak bisa diubah, tapi sikap dalam menjalaninya sepenuhnya ada dalam kuasa kita. Sikap yang kita ambil menentukan hasil akhir.
Sungai Abang, 8 November 2020
Saat hujan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar