Kamis, 25 Juni 2020

Bagian 3: Proses Pendaftaran Beasiswa Monbukagakusho (MEXT)


Langit senja di atas Stasiun Rangkasbitung

Pada Bagian 1 dan Bagian 2 sudah saya ceritakan pengalaman mengirimkan e-mail dan interview oleh calon supervisor. Sehari setelah interview, Professor mengirimkan list dokumen yang harus dilengkapi untuk diusulkan sebagai kandidat penerima beasiswa MEXT. Kembali saya ingatkan bahwa MEXT terdiri dari banyak program dan skema seleksi yang masing-masingnya memiliki persyaratan berbeda. Apabila program yang diikuti adalah U to U, maka bisa jadi persyaratan yang diberikan oleh satu kampus berbeda dari kampus lain. Bahkan dalam satu kampus ada yang menawarkan beberapa jenis program yang disponsori oleh MEXT, dan masing-masingnya memberikan persyaratan dan skema seleksi yang berbeda. Maka jangan jadikan pengalaman orang lain sebagai acuan. Tetap baca dan ikuti panduan program masing-masing dengan cermat agar tidak terjadi kesalahan. Pengalaman orang lain cukup dijadikan ide dan pengetahuan tambahan.

Untuk program yang saya ikuti, ada 10 dokumen yang harus dilengkapi. Soft copy setiap dokumen dikirimkan melalui e-mail kepada Professor yang sudah bersedia menjadi supervisor. Deadline pengirimannya 25 Oktober 2019, satu bulan lebih setelah interview sehingga saya memiliki cukup waktu untuk menyiapkan dokumen dengan baik. Berikut saya tuliskan rincian dokumen yang diminta lengkap dengan cerita bagaimana saya menyiapkannya.

Application Form Japanese Government (MEXT) Scholarship
Ini adalah form pendaftaran yang terdiri dari 24 poin. Mulai dari data pribadi, riwayat pendidikan (SD hingga pendidikan formal terakhir), ringkasan penelitian yang sudah dilakukan (mulai dari S1 hingga dunia kerja jika pekerjaan kita relevan dengan studi yang diambil), daftar publikasi (termasuk tugas akhir), rencana studi di Jepang, riwayat pekerjaan (hanya 2 yang terbaru selain part time job), kemampuan bahasa (English dan Japanese yang disertai dengan nilai TOEFL, IELTS, atau JLPT), daftar keluarga yang akan ikut selama study di Jepang (jika ada), hingga emergency contact (anggota keluarga yang bisa dihubungi).

Bagaimana jika tidak bisa Bahasa Jepang? Untuk program yang saya ikuti tidak mempermasalahkan karena program ini adalah kelas internasional (International Graduate Program-IGP). Bahasa Jepang yang saya tahu hanya Arigatou Gozaimasu. Saya buta hiragana, katakana, apalagi kanji. Tidak satupun huruf-huruf ini bisa saya kenali. Mungkin tidak begitu berpengaruh pada study karena kelas yang saya ambil sepenuhnya menggunakan Bahasa Inggris. Pelajar dan pengajarnya banyak yang berasal dari negara lain. Beda cerita untuk daily life, apalagi sebagai muslim, I have to struggle more than anyone else karena tidak banyak orang Jepang yang bisa Bahasa Inggris. Mari kita lihat nanti, hehe...

Field of Study and Study Program
Formatnya sudah disediakan, tapi tidak mengikat. Kita boleh melakukan improvisasi. Pada form ini kita diminta untuk menuliskan penelitian yang sudah, sedang, dan akan dilakukan dengan rinci. Di sini kita diminta bercerita tentang penelitian yang sudah dipublikasikan, penelitian yang sedang dikerjakan, research interest kita, dan penelitian yang akan dilakukan saat study di Jepang.

Recommendation Letter
Ini juga formatnya sudah tersedia. Kita tinggal mengikuti apa yang diminta. Karena program yang saya ikuti adalah University to University (U to U), maka rekomendasi harus diberikan oleh dekan atau rektor dengan menggunakan kop surat kampus asal kita. Di sini, kembali saya ingatkan tentang attitudes. Sepengetahuan saya, tidak ada satu program beasiswa di dunia yang menuliskan attitude sebagai dokumen yang harus dipenuhi. Attitude memang tidak tertulis, tapi terlihat dari kelakuan. Saya melihat banyak mereka yang lolos seleksi beasiswa adalah orang-orang yang memiliki attitudes dan karakter yang paripurna. Sebagai contoh, lihat saja Jerome Polin, Tasya Kamila, Belva Devara, Iman Usman, Nadhira Afifa, dan lain-lain.

Kembali ke pengalaman saya. Saya harus mendapatkan rekomendasi dengan tanda tangan basah dari Dekan Fakultas MIPA ITB. Setelah bertanya sana-sini, saya mendapatkan kontak petugas layanan akademik fakultas. Namanya Bu Ani, wanita paroh baya yang sangat baik dan pengertian. Setelah mengetahui posisi saya di luar Bandung, Bu Ani tidak meminta saya datang untuk menemui Pak Dekan. Semua diurus oleh Bu Ani, saya cukup mengatakan setuju atau tidak melalui pesan WA. Berulang kali Bu Ani menanyakan apakah format suratnya sudah benar. Setelah semuanya selesai, Bu Ani memindai surat itu dalam format pdf dan langsung mengirimkannya kepada saya melalui WA. Saya masih ingat dengan jelas, saat itu jam di handphone membentuk angka 19.30 malam. Saya terharu karena tahu bahwa mengirimkan dokumen kepada alumni yang membutuhkan bukan job desc Bu Ani. Apalagi jika dilakukan setelah jam kerja. Dengan semua kemudahan ini, maka saya tidak harus menemui dosen pembimbing dan ketua jurusan agar dekan bersedia memberikan rekomendasi. 

Sebagai muslim saya meyakini bahwa setelah do'a orang tua, ada do'a para guru yang harus diminta. Oleh sebab itu, saya memutuskan untuk datang ke Bandung. Menemui dosen pembimbing, ketua jurusan, dan Bu Ani untuk mengucapkan terimakasih secara langsung. Ini menjadi salah satu momen paling berkesan dalam hidup saya. Di mata dosen pembimbing, saya adalah anak didik yang sampai kapanpun perlu beliau beri arahan dan bimbingan. Bukan karena beliau tidak percaya dengan pilihan yang saya ambil, tapi karena beliau menginginkan yang terbaik untuk masa depan saya. Beliau memeriksa track record supervisor yang saya pilih untuk memastikan bahwa saya akan dididik oleh orang yang tepat. Beliau mengoreksi surat rekomendasi yang saya buat. Entah mengapa, printer Lab hari itu tidak mau diajak kompromi sehingga warna tulisan surat rekomendasi saya tidak rata. Akhirnya, beliau mengetik ulang surat rekomendasi saya dan mencetaknya dari komputer dan printer milik sendiri. Saya terkesima. Beliau tidak mau ada kesalahan kecil melekat pada dokumen saya karena itu menggambarkan karakter saya. Selain itu, beliau banyak memberi nasehat untuk saya. Bukan sekedar penelitian, juga kehidupan. Salah satu kalimat beliau paling yang berkesan adalah "Dalam hidup, kita perlu tarik-ulur, tawar-menawar agar bisa melangkah ke depan. Jangan terlalu menurutkan ego dan keras hati. Tidak masalah jika harus mengalah. Nanti, ada saatnya kamu yang jadi pengendali." Saya merasa tersanjung. Sudah lebih satu tahun saya meninggalkan Lab, dan beliau masih ingat bahwa saya adalah mahasiswanya yang paling tidak mau mengalah dalam hal apapun. Terimakasih Bapaksemoga Allah kembali mempertemukan kita dalam kesempatan yang lain. Semoga ketika saat itu datang, saya sudah menjadi Melda yang lebih baik..

Photocopy of Valid Passport
Proses pengurusan passport ini penuh drama. Untuk pertama kalinya saya menyesal mengapa sebelumnya tidak pernah ke luar negeri. Karena informasi yang dibaca kurang tepat, saya gagal saat mendaftar passport pertama kali dan harus menunggu minimal 30 hari kerja agar bisa mendaftar kembali. Akibatnya, saya baru bisa mengirim passport ke supervisor tanggal 6 Desember 2019, satu bulan lebih setelah deadline yang seharusnya. Loh, terus kenapa tetap bisa daftar? Bukankah orang Jepang stick to the rules banget? Selain berdo'a, kuncinya adalah komunikasi. Saat bermasalah di imigrasi, saya langsung menjelaskan kondisi yang terjadi pada supervisor. Beliau yang mendiskusikannya dengan IGP Committee. Akhirnya, mereka tetap mengizinkan saya untuk mendaftar. Namun, mereka tidak menjamin berkas saya akan lolos screening awal. Semua bergantung pada keputusan panitia seleksi. 

Official Transcript
Saya sudah punya transkrip nilai dalam Bahasa Inggris beberapa pekan setelah wisuda karena memang sejak awal saya berencana untuk melanjutkan studi ke luar negeri, namun negara tujuannya bukan Jepang.

Additional Info Confirmation Sheet
Formatnya sudah disediakan, tinggal diisi. Data yang harus diisi adalah nama, pilihan bandara internasional untuk keberangkatan ke Jepang, pilihan Konsulat atau Kantor Kedubes Jepang untuk mengurus visa pelajar, dan skala nilai di kampus asal (cukup kampus terakhir saja).

Certificate of Graduation
Ini adalah ijazah yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Jika belum wisuda, maka dibolehkan untuk menggunakan Surat Keterangan Lulus atau SKL yang menerangkan kapan kita akan wisuda.

Academic Excellence
Formatnya sudah disediakan, namun masih bisa diubah sesuai aturan kampus asal kita. Ini semacam penyetaraan format nilai antara kampus asal dengan kampus tujuan kita di Jepang. Secara umum format penilaian di Indonesia tidak banyak berbeda dengan Jepang, karena rata-rata kampus di Indonesia juga menyediakan nilai dalam bentuk huruf dan angka. Jadi hanya perlu ditandatangani dan distempel basah oleh ketua jurusan.

Summary of Thesis
Ini adalah ringkasan penelitian tugas akhir. Untuk kasus saya, ini adalah dokumen yang sama dengan dokumen yang diminta oleh calon supervisor saat interview. Namun, dalam versi yang lebih panjang.

Language Certificate (TOEFL, IELTS, dan JLPT)
Untuk program yang saya ikuti, ada pengecualian yang menguntungkan para kandidat. Jika supervisor bersedia memberikan Letter of English Proficiency, maka kandidat tidak perlu memberikan sertifikat bahasa yang diminta. Saya memanfaatkan peluang ini untuk berhemat, hehe. Saya sampaikan kepada supervisor bahwa sertifikat ITP saya sudah kadaluarsa (hasil tes yang dibiayai oleh LPDP pada Februari 2016) dan kondisi saya tidak memungkinkan untuk mengambil tes Bahasa Inggris dalam waktu dekat. Supervisor memaklumi dan bersedia memberikan Letter of English Proficiency dengan syarat mengirimkan terlebih dahulu sertifikat bahasa yang sudah kadaluarsa itu. Sepertinya ini bukan karena Bahasa Inggris saya yang bagus saat interview. Mungkin supervisor kasihan melihat saya yang pusing dengan masalah passport, haha. Arigatou gozaimashita, Sensei!

Pada tanggal 16 Desember 2019, saya menerima e-mail dari IGP Committee. Saya dinyatakan lulus final screening IGP Hokkaido University. Selanjutnya, saya akan diusulkan oleh Hokkaido University kepada Pemerintah Jepang untuk diberikan beasiswa. Di tahap ini, saya diberitahu untuk tidak mengundurkan diri. Bimbang mulai datang karena saya juga mendaftar CPNS 2019 dan lolos seleksi berkas pada tanggal yang sama dengan pengumuman beasiswa. Setelah menimbang banyak hal, saya dan orang tua memilih untuk melanjutkan keduanya. Saya dan orang tua memutuskan untuk mengambil mana yang datang lebih dulu, pekerjaan atau beasiswa. Menurut jadwal, pengumuman akhir CPNS jauh lebih dulu dibandingkan pengumuman akhir beasiswa.

Tahun berganti, pada tanggal 14 Januari 2020, saya diminta mengirimkan print out pledge (surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri) dan application form yang sudah ditandatangani ke kantor administrasi IGP Hokkaido University. Hokkaido adalah pulau paling utara Jepang sehingga tidak banyak ekspedisi di Indonesia yang melayani pengiriman langsung ke sana. Akhirnya, saya memilih FedEx yang harganya terbilang mahal untuk kantong saya. Untuk dokumen ukuran A4 dengan massa kurang dari 1 kg, saya harus membayar lebih dari satu juta rupiah karena FedEx tidak menyediakan pengiriman reguler dari Indonesia ke Hokkaido. Namun mereka tetap bersedia mengirimkan dokumen saya dengan jaminan pasti sampai. Ya sudah, bukankah banyak hal dalam hidup memang menuntut pengorbanan? Bismillah...

Sembari menunggu, saya mengikuti SKD CPNS dengan sungguh-sungguh. Selain itu, saya juga bertekad untuk menyelesaikan project penelitian terakhir di Pusat Penelitian Fisika LIPI Serpong karena sejak Februari 2020 saya sudah tidak bekerja untuk LIPI lagi. Siapa sangka corona datang melanda. Semua rencana porak-poranda. Benar adanya bahwa manusia hanya bisa berencana. Pada akhirnya, Tuhan yang punya kuasa menentukan segalanya. Bukan data penelitian yang saya dapatkan, hanya masalah demi masalah yang datang silih berganti. Grant untuk konferensi dan karakterisasi dari SLRI Thailand dibatalkan. Dalam sekejap, kerjasama penelitian juga dihentikan. Semua e-mail mendadak jadi pesan duka, permintaan maaf atas ketidak nyaman akibat corona. Hari-hari jadi sendu, terjebak PSBB dan menanggung sendiri segala kerugian materi. Sungguh, dua kombinasi yang mencabik-cabik dompet dan hati.

Langit memang tak selamanya mendung. Tak jarang setelah hujan hadir pelangi. Harapan yang sebelumnya layu kembali mekar. Pada 7 Mei 2020, saya menerima sertifikat penerimaan resmi dari Dekan IGP Graduate School of Life Science Hokkaido University. Akibat corona, saya hanya menerima dokumen dalam bentuk soft copy. Harusnya, sertifikat penerimaan ini dikirim langsung oleh Hokkaido University ke Indonesia. Lumayan kan, pengganti surat cinta yang belum pernah saya terima, wkwk. Beberapa hari kemudian, saya dikirimkan jadwal dan panduan pendaftaran mahasiswa baru penerima beasiswa MEXT. Saya senang bercampur galau karena informasi ini diikuti dengan pengumuman kelulusan SKD CPNS 2019. Both of them are my passion. Which one should I choose? I have to make a decision. I pray and ask Allah guides me finding the right way. Finally, my parents talked me for taking the first thing coming to my life. I have that same idea. Saya percaya bahwa apa yang Allah takdirkan untuk kita, tidak akan didapatkan oleh orang lain. Begitu juga sebaliknya, apa yang Allah takdirkan untuk orang lain, tidak akan kita dapatkan, bagaimanapun caranya.

Saat ini, semua jadi terbalik. Proses seleksi CPNS yang seharusnya sudah selesai masih belum ada kepastian kapan ujian tahap akhir akan dilaksanakan. Andai corona tidak datang, mungkin semua ini sudah selesai dan saya bisa pulang ke kampung halaman. Tapi apalah gunanya memikirkan apa yang tidak bisa dikendalikan. Bisa jadi, apa yang tidak kita harapkan adalah mimpi dalam hidup orang lain. Maka, bersyukurlah dengan apa yang dimiliki. Tentu tidak mudah karena rumput tetangga akan selamanya tampak lebih hijau. Bersabar dan bersyukur adalah dua kebiasaan yang harus dipaksakan. Sembari menunggu MEXT memberikan arahan pada akhir bulan ini, saya ingin menuntaskan janji untuk menuliskan cerita ini. Semoga kisah receh ini memberi sedikit informasi untuk teman-teman yang ingin belajar di Jepang dengan MEXT Scholarship. Maafkan cerita saya yang terlalu pribadi, karena cerita ini khusus saya tulis sebagai ucapan terimakasih untuk keluarga, sahabat, dan orang-orang terdekat yang sudah mendukung saya hingga detik ini. Mohon do'akan selalu kebaikan untuk saya dan keluarga. Semoga kita bertemu lagi dalam cerita selanjutnya... 

6 komentar:

christin mengatakan...

semangat melda. semoga lancar studinya dan sehat sehat selalu. ikut senang lihat semangatmu! lanjut ngeblog dari hokkkaido ya!

Mentari Darma Putri mengatakan...

Selamat melda, Barakallah,👍😍 selamat menuntut ilmu di negeri sakura, semoga dilancarkan smua urusan & semoga tercapai smua impian 🙏🤲

melda taspika mengatakan...

Duh,ibu panutan kuh,aaamiin YRA,terimakasih banyak Bu untuk semuanya,Bu Christin udah banyak banget bantuin aku.Salam buat nadine,semoga nadine jadi awardee full bright angkatan ke sekian,kalo LPDP cukup mama nya aja,hahaha

melda taspika mengatakan...

Aaamiin,terimakasih teman seperjuanganku,teman ngobrol panjang kali lebarku waktu awal jadi awardee LPDP,teman satu pulau,do'a terbaik juga buatmu,semoga Allah ridhoi dan derkahi jalan mimpimu,aaamiin YRA

Unknown mengatakan...

Boleh buka kelas menulis Mel, biar kak menjadi pencerita yg baik pula 😄

Mutia mengatakan...

Salam kenal mbak, saya Mutia, saya sangat tertarik dengan cerita mbak. Kebetulan saya daftar jalur G to G 2021 ini, namun ditolak. Saya ingin sekali mencoba langkah yang mbak lakukan untuk dapat bisa bergabung melalui jalur U to U. Jika berkenan apakah boleh saya tanya lebih detail nanti. Terima kasih.