Sabtu, 13 Juni 2020

Sambal Cengek dan Kakak Tingkat


Kalo ngomong sambal, ingatnya Kak Utiya...

Kak Utiya adalah kakak tingkat waktu kuliah di ITB. Bukan hanya satu jurusan, kami juga satu lab penelitian. Selain itu, rumah kos Kak Utiya juga searah dengan rumah kosku. Oleh sebab itu, kami sering pulang bersama, terutama jika sudah malam dengan terlebih dahulu makan di Taman Sari. Lebih sering, aku menunggu Kak Utiya menyelesaikan eksperimen, terlebih saat malam Jum'at karena besok adalah Lab Meeting. Kak Utiya bisa eksperimen sampai jam sepuluh malam sehingga kami baru meninggalkan lab jam sebelas malam. Maklum, Kak Utiya sedang diburu deadline wisuda, hehe. Tentu saja bukan hanya aku yang menemani Kak Utiya. Ada Kuchi, Bram, Lely, Okta, atau yang lain. Yang jelas, bukan Kak Zeni, karena Kak Zeni selalu datang dan pulang tepat waktu. Kak Utiya dan aku sama-sama rajin masak. Tapi Kak Utiya spesial, karena sering membawa hasil dapurnya ke lab dan membagikannya pada kami. Tentu saja kami senang. Kudapan dari Kak Utiya selalu enak. Aku paling suka martabak buatan Kak Utiya, manis dan lembut. 

Setiap masak sambal cengek, aku jadi ingat Kak Utiya. Loh, kok bisa? Karena di kos Kak Utiya pertama kali aku mencicipi sambal ini. Lebay deh! Benar bahwa aku sudah mengenal sambal sejak kecil. Namun, sambal yang aku kenal selalu dibuat dari cabai keriting atau cabai rawit. Ternyata, ada banyak jenis cabai di Indonesia. Cengek salah satunya. Cabai ini juga dikenal sebagai cabai rawit domba atau datil pepper. Pertama kali aku lihat di Bandung. Cengek termasuk salah satu cabai terpedas di dunia yang berasal dari St. Agustine di Florida. Awalnya, aku tidak berani mengonsumsi cabai ini karena pedasnya luar biasa. Satu buah cengek dalam satu mangkok besar gulai ala Padang sudah membuat lidah dan perutku terbakar. Aku baru tahu bahwa cengek bisa diolah menjadi sambal yang sangat enak ketika berbuka puasa bersama teman-teman Lab di kos Kak Utiya.

Untuk membuat sambal ini, dibutuhkan cengek, bawang merah, bawang putih, dan tomat merah yang dipotong dengan ukuran besar. Bahan-bahan ini digoreng dalam minyak panas hingga wangi dan matang. Oh ya, terlebih dahulu goreng ikan teri atau ikan asin jenis apa saja yang disukai agar aroma minyak goreng lebih wangi. Berdasarkan pengalamku, paling enak menggunakan ikan teri atau ikan kukus. Aku tidak tahu Bahasa Indonesia ikan asin jenis ini, hehe. Selain ikan, bahan-bahan yang sudah digoreng diulek hingga halus bersama garam, kaldu bubuk, dan gula. Terakhir, masukkan ikan teri sambil sedikit ditumbuk jika teksturnya agak keras. Jika ikan yang digunakan memiliki daging yang lembut, cukup aduk ikan dan sambal hingga tercampur rata. Lebih enak lagi jika ditambahkan telur puyuh rebus. Oh ya, di kampungku, cengek ini belum dikenal. Sepertinya aku bisa jadi Duta Cengek lokal. Lebih hebat lagi jika jadi Pengusaha Cengek Provinsi Jambi, haha. Lumayan, buat modal naik haji. Aaamiin....

Foto lab bersama kakak tingkat
 

Tidak ada komentar: