Sabtu, 01 Oktober 2016

Alam Takambang Jadi Guru

"Kelak, anak-cucuku harus mengenal alam sama baiknya dengan mengenal modernisasi"

Jalan menuju Kampung Bamboo
Angkot yang kami tumpangi merangkak naik melewati tanjakan di sepanjang jalan sempit menuju Kampung Bamboo. Foodcourt Surapati Core dan keramaian makin jauh tertinggal di belakang. Setelah beberapa kali bertanya pada penduduk yang memadati jalanan, kami sampai di tujuan. Hening, hamparan semak dan pohon dibalut gemerisik air sungai. Beberapa rumah dengan pintu tertutup masih terdapat di sisi jalan. Aku menghela napas panjang. Aroma khas dedaunan dan udara dingin melewati rongga hidung. Huh, sudah lama aku tidak menghirup udara tanpa polusi.
Dalam mendung oleh gerimis yang sedang turun, sejenak terasa hawa dingin mulai memelukku. Namun, hangat tawa karena canda bersama mereka memberi panas dalam rongga dada. Walau aku adalah satu-satunya peserta yang tidak memiliki garis keturunan minang, aku tidak merasa canggung dan berbeda sekalipun sebagian besar dari mereka baru pertama kali bertatap muka.

Landscape saat memasuki area outbound
Kami memasuki area outbound dengan ceria. Sejauh mata memandang adalah hijau yang membentang. Becek jalanan yang tertimpa hujan sejenak membuat lupa kalau aku lagi di kota. Sederhana dan tertata, kesan pertama saat memasuki area. Terdapat beberapa bangunan dengan halaman tempat bermain. Semua tampak bersih dan alami. Sebagian besar material bangunan berasal dari bambu dan kayu. Tidak luput, air sungai dibiarkan mengalir bagaimana adanya.

Meeting point
Salah satu sudut Kampung Bamboo
Mushola : dimanapun berada ingatlah Tuhanmu!
Lihat, kami larut dalam bahagia. Mungkin mereka sama sepertiku, merindukan masa kecil kami yang sederhana. Tanah, rumput, halaman, ayunan, jungkat-jungkit adalah mainan masa kecil jauh sebelum kita mengenal komputer , mall, dan gadget. Benar, kita adalah generasi 90-an yang suka nyemplung di got saat turun hujan, menangkap berudu di kali, bermain sampan dari batang pisang dalam parit atau genangan air di sekitar rumah, memanjat pohon dan mandi bersama teman di bawah kucuran air hujan. Saat tumbuh dewasa dan dibalut modernisasi, semua ini semakin jarang kita temui. Adik dan ponakan kita telah tenggelam oleh TV, laptop, dan smartphone. Mereka lebih suka sendiri, menikmati game sepanjang hari.

Bermain ayunan
Teman membuatmu bahagia bersama mereka
Sahabat, izinkan aku berbagi cerita
Kelak, mungkin alam membuat kita rindu karena jenuh dengan modernisasi yang semakin tidak terkendali. Teknologi membuat kita enggan untuk saling mengenal, semua menjadi serba individual. Bahkan kita tidak perlu repot untuk belanja ke pasar, semua bisa kita lakukan dari sudut kamar. Suatu hari nanti, kita rindu menapak-kan kaki di atas tanah karena bumi sudah penuh dengan beton dan semen. Modernisasi membuat kita angkuh dan tidak mengenal kata puas. Kita butuh alam yang mengingatkan kita pada keagungan Maha Kuasa. Alam mengajarkan kita banyak hal, karena dari sana kita berasal dan ke sana pula tempat kita nanti pulang. Kotor membuat kita rendah hati dan menghargai mereka yang hidup di pinggir kali.

Berpeganglah! Atau kau akan kehilangan arah
Aku akan dewasa dalam bahagia
Semua akan kudaki
Arus kecil saja aku takut, apalagi arus rumah tangga (peace, wati, haha)
Semangat! Kita bisa guys
Berani maju
Mari kita lewati semua ini bersama
Mungkin kita tidak saling mengenal satu sama lain. Satu hari adalah waktu yang sangat singkat untuk mengenal semua orang. Namun aku bahagia, engkau yang datang hari itu mau berbagi sedikit cerita untuk bersama. Memang aku tidak sempat menggenggam semua tangan dari jiwa yang datang hari itu, tapi kenangan telah memelukku dengan erat. Selamanya, 24 September 2016 telah mengisi sepotong jejak dalam hidupku yang singkat. Kelak ijinkan aku untuk kembali merangkulmu dengan erat. Sebagai manusia biasa mungkin aku lupa untuk bertegur sapa. Bukan karena angkuh dan sebagainya. Tapi ketahuilah bahwa aku benar-benar pelupa. Aku ingin merangkum semua kisah dan mengabadikannya dalam sepotong cerita. Tapi tetap saja, lensaku terbatas untuk bisa merekam semuanya. Dokumentasi terbaik adalah memori yang diciptakan Tuhan untuk kita saling mengingat cerita apa saja.

Aku tinggi, tapi Tuhan lebih tinggi
Walau tahu akan terjatuh,aku tetap akan naik
Tuntun aku ke jalan yang benar
Terimakasih untuk tidak membiarkanku jatuh 
Asam kandih, jaya!
Aku bahagia ada di antara mereka

Tidak ada komentar: