Jika sebuah pembicaraan tidak menemukan titik temu, jadikan Al-quran dan Hadits sebagai solusi dari perdebatan |
oleh Ust. H. Sunardi, S.Kom, M.Si
Niat baik belum tentu menjadi kebaikan jika tidak ada komunikasiDari kisah kakek-nenek yang saling mencintai. Suatu hari, kakek pulang ke rumah dalam kondisi ban becak yang hilang sebelah. Sesampai di rumah, beliau bercerita kepada istrinya. Tanpa diduga, nenek juga kehilangan sebelah anting pada hari yang sama. Jadilah malam itu mereka tidur dengan pikiran masing-masing. Esok hari, kakek dan nenek masing-masing pergi ke pasar tanpa memberi kabar satu sama lain. Sang kakek berencana menjual satu ban becaknya yang tersisa agar bisa membelikan anting buat nenek. Di lain tempat, nenek menjual sebelah antingnya agar bisa membeli satu ban becak untuk kakek. Kemudian mereka pulang dan kembali berjumpa dengan barang bawaan masing-masing. Satu anting buat nenek dan satu ban becak untuk kakek. Apakah ini memberikan solusi untuk permasalahan mereka? Tentu tidak, karena becak tetap tidak bisa digunakan untuk mencari nafkah oleh Sang Kakek.
Cerita di atas adalah satu contoh kecil betapa pentingnya komunikasi. Walaupun kakek dan nenek mengambil keputusan demikian karena cinta yang tulus terhadap pasangan, tetap saja perbuatan baik mereka bukan solusi untuk masalah yang sedang mereka hadapi. Komunikasi adalah sebuah proses yang bergantung pada pribadi yang bersangkutan karena dilatarbelakangi oleh budaya dan daerah tempat tinggal. Setiap keluarga memiliki cara komunikasi yang berbeda. Namun memiliki tujuan yang sama, agar semua anggota keluarga paham dengan apa yang disampaikan. Keluarga militer memiliki cara komunikasi yang berbeda dengan warga sipil. Orang Padang memiliki cara komunikasi yang berbeda dari Orang Sunda.
Hasil penelitian menunjukkan 40% perceraian terjadi karena buruknya komunikasi. Sedangkan sebanyak 27% terjadi karena suami yang sering pergi meninggalkan isteri. Komunikasi dalam keluarga menjadi bagian yang sangat penting. Komunikasi dengan pasangan hidup, komunikasi dengan anak, dan komunikasi dengan orang tua. Karena begitu pentingnya komunikasi sehingga beberapa poin menjadi penting untuk ditanyakan pada calon pasangan pada tahapan pranikah:
- Perbanyak komunikasi dengan calon mertua, bukan dengan calon pasangan. Jika merasa tertarik dengan seorang perempuan, maka yang perlu dilakukan adalah menemui orang tuanya. Sebagaimana yang diajarkan oleh hadits. Karena dengan begini kita akan mengetahui dan bisa menilai seperti apa sebenarnya perempuan yang kita sukai. Karena pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah adalah pertemuan semu. Maka dari itu, akan sangat sulit mengetahui karakter pasangan yang sesungguhnya jika komunikasi hanya berdua.
- Komunikasikan cara pernikahan (resepsi) karena ada begitu banyak pasangan yang mengalami konflik setelah menikah karena sengketa tanggung jawab sewa gedung, catring, atau pelaminan.
- Jumlah anak, karena ada banyak pasangan yang mengalami konflik setelah menikah karena perbedaan pendapat mengenai jumlah anak. Ada orang yang menginginkan banyak keturunan. Namun tidak sedikit juga yang merasa cukup dengan dua anak. Namun agama mengajarkan bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah memperbanyak keturunan. Tentu bukan hanya sekedar jumlah, tapi juga kualitas. Tanggung jawab orang tua dalam membesarkan anak-anak yang dititipkan Allah.
- Pekerjaan. Harus ada kata sepakat mengenai siapa yang harus bekerja dan siapa yang harus mengalah untuk diam di rumah. Terlebih jika sudah memiliki anak, pekerjaan menjadi poin penting karena selain tentang uang dan penghasilan, ada tanggung jawab yang lebih besar, yaitu mendidik dan menjaga anak-anak. Jika tidak menemukan kata sepakat mengenai pekerjaan, kembali pada Al-quran dan hadits. Siapa yang diperintahkan Allah untuk menafkahi keluarga, suami atau istri? Jawabannya adalah Suami. Dengan begini sudah jelas kan siapa yang harus ikhlas diam di rumah menjaga anak-anak.
Harta istri milik istri. Sedangkan harta suami adalah milik bersama.Saat seorang laki-laki menikah, tanggung jawabnya terhadap orang tua tidak hilang. Namun saat seorang perempuan menikah, taatnya pada orang tua berpindah dengan taat pada suami. Setelah menikah, anak perempuan tidak lagi bertanggung jawab pada kehidupan orang tuanya. Lalu siapa yang mengambil tanggung jawab terhadap kehidupan orang tua mereka? Suami. Setelah menikah, laki-laki memiliki dua ibu, dua ayah, dan juga saudara yang kemudian menjadi tanggung jawabnya untuk menjaga dan mengayomi. Selain menafkahi istri, seorang suami juga bertanggung jawab terhadap ayah-ibu mertua serta saudara ipar yang dia miliki jika mereka belum bisa hidup mandiri.
Lalu bagaimana seharusnya komunikasi pasca menikah?
- Jangan ada komunikasi yang dilandasi kebencian. Semua komunikasi harus dilandasi cinta dan kasih sayang. Hadits nabi mengajarkan bahwa tempat komunikasi terbaik suami-istri adalah tempat tidur.
- Pahami ragam komunikasi yang dipengaruhi oleh budaya. Asal daerah, lingkungan keluarga, didikan orang tua sangat mempengaruhi cara komunikasi seseorang. Seperti Jawa yang cenderung berbicara lembut dan halus.
- Miliki sikap empati karena banyak perceraian terjadi disebabkan karena banyak yang pintar bicara, tapi tidak mau mendengarkan. Kadang, suatu permasalahan yang kita anggap besar hanya hal kecil yang solusinya hanya butuh saling mendengarkan.
- Komunikasi secara fleksibel. Komunikasi bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Masing-masing orang memiliki waktu ternyaman masing-masing.
- Biasakan untuk mengucapkan tiga kata ajaib : Tolong, Maaf, dan Terimakasih. Jika meminta bantuan, biasakan meminta dengan lemah-lembut dan mengucapkan tolong. Jika bersalah jangan sungkan meminta maaf. Ada saatnya, maaf adalah solusi dari sebuah permasalahan. Tidak ada yang menjadi hina karena meminta maaf. Permintaan maaf adalah bukti betapa kita berjiwa besar dan memberi maaf adalah bukti bahwa kita memiliki hati yang luas sehingga setiap permasalahan akan terlihat kecil. Jika dibantu, selalu ucapkan terimakasih sebagai wujud penghargaan pada pasangan.
- Biasakan untuk memberikan keteladanan, memotivasi pasangan, saling mendo'akan, dan jangan pernah mencela sekalipun dalam kondisi sangat marah. Perbuatan mencela sangat melukai harga diri dan perasaan orang lain, serta juga membunuh karakter.
- Laki-laki yang menikah selain mendapatkan istri, juga mendapatkan tambahan orang tua. Ayah-Ibu mertua adalah orang tua yang juga menjadi tanggung jawab laki-laki. Perlakukan mereka dengan baik sebagaimana kita memperlakukan orang tua kita sendiri karena istri yang kita kagumi dan kita cintai itu adalah buah dari banyak pengorbanan yang telah mereka lakukan. Jangan sampai pilihan kita menikahi anaknya mendatangkan kesedihan dan kegelisahan dalam diri mereka. Dan ingatlah, apa yang kita perbuat pada orang tua kita, itu juga nanti yang akan diperbuat oleh anak-anak kita kepada kita.
- Hidup akan mudah jika mengantongi keridhoan Allah, dan ridho Allah dititipkan pada ridho orang tua.
- Jika punya masalah, datangi orang tua, minta untuk dido'akan agar urusan kita dipermudah Allah. Orang tua adalah takdir yang harus kita syukuri. Jika boleh memilih, masing-masing kita akan memilih orang tua dengan kriteria sesuai yang kita inginkan. Namun, orang tua dengan segala kekurangan yang mereka miliki adalah takdir untuk kita, pada mereka ada surga yang dititipkan Allah untuk kita.
- Merendahlah di depan orang tua. Siapapun kita di luar sana, di hadapan orang tua, kita tetap bukan siapa-siapa. Hanya anak kecil yang selamanya kecil.
Di surga nanti, ada 4 perempuan tercantik :
- Maryam binti Imran, ibu Nabi Isa yang tidak pernah disentuh oleh laki-laki.
- Khadijah, istri Rasulullah yang memberikan hartanya untuk tegaknya agama Allah di muka bumi.
- Fatimah, istri Ali bin Abithalib (sahabat yang sudah dijamin Allah menjadi penghuni surga).
*Ikut sekolah pranikah bukan berarti galau karena ingin menikah, tapi upaya memperbaiki diri sesuai tuntunan Al-quran dan sunnah. Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar