Minggu, 11 Oktober 2015

PENGALAMAN BERBURU BEASISWA LPDP


Awal mulanya saya ingin memberi judul tulisan ini ‘Tips Mendapatkan Beasiswa LPDP’. Namun, saya merasa tidak cukup pantas karena banyak teman-teman di luar sana yang jauh lebih baik dibandingkan saya. Akhirnya saya putuskan untuk berbagi cerita seputar pengalaman berburu beasiswa setelah banyaknya permintaan dari teman-teman ,’Bagi dong Mel tipsnya biar lulus beasiswa LPDP.’ Semoga tulisan ini bisa memberi manfaat untuk diri sendiri dan para pembaca.
Saya hanyalah ‘mantan mahasiswa biasa’ yang terus berjuang mengejar setiap mimpi yang saya punya. Banyak teman-teman di luar sana yang jauh lebih pintar dibandingkan saya. Mereka yang juga aktif berorganisasi dan peduli dengan sesama. Mereka yang lebih kompeten, kemampuan bahasa asing mereka yang jauh lebih baik dari saya, dan mereka yang memiliki ide cemerlang dengan semangat nasionalisme yang luar biasa, saya do’a kan semoga Tuhan memudahan semua langkah dan usaha mereka dalama menggapai cita-cita.
Saya hanyalah pejuang mimpi yang banyak kekurangan. Saat kuliah, saya juga pernah bolos, saya juga pernah kesal dengan dosen, saya juga banyak melanggar peraturan, bahkan saya juga pernah mendapat nilai rendah pada beberapa mata kuliah. Penelitian saya juga pernah gagal dan harus diulang dengan konsekuensi wisuda lebih lambat dibandingkan teman-teman yang lain. Saya juga pernah tidak lulus wawancara kerja. Saya juga pernah gagal masuk kampus impian. Saya juga pernah mengeluh saat merasa lelah karena aktivitas yang begitu banyak. Saya juga pernah terpaksa menahan keinginan ‘membeli sesuatu’ demi mengejar mimpi. Saya juga merasa kecewa saat tidak bisa hang out bersama teman-teman karena harus bekerja. Bahkan saya juga sering menangis sendiri saat semuannya tidak berjalan sesuai dengan keinginan. Namun, saya tidak pernah lupa dan menyerah untuk mengejar mimpi. Apa yang saya upayakan saat ini adalah mimpi dari masa putih abu-abu yang tidak pernah saya lupakan. Saat ini saya dengan sabar menunggu Pengayaan Bahasa (PB) dan Persiapan Keberangkatan (PK) dari LPDP.

·      Semua Butuh Proses
Tak ada yang instant dalam hidup. Apa yang kita dapatkan adalah muara dari semua proses yang kita jalani. Beberapa kali kita sering merasa ‘beruntung’ saat bisa menjawab soal ujian tanpa belajar. Atau kita merasa ‘beruntung’ saat mendapatkan hal baik dalam hidup. Sering kita berucap ‘dia punya hoki yang sangat bagus’ saat seseorang melakukan pencapaian luar biasa dalam hidup, semisal pekerjaan yang bagus, karier yang meroket, harta yang berlimpah atau mendapatkan jodoh yang sangat baik. Hanya saja kita tidak tahu apa yang telah mereka lakukan. Menurut kacamata pribadi, tak ada ‘hoki’ dalam hidup sekalipun untuk memenangkan undian. Apa yang kita dapatkan adalah hasil dari apa yang pernah kita lakukan. Hanya saja sebagai manusia, kita telah lupa bahwa kita pernah berbuat baik atau berusaha maksimal hingga hari ini kita memperoleh apa yang kita inginkan.
Sama halnya dengan mendapatkan beasiswa, khususnya LPDP (karena saya hanya punya pengalaman di sini). Sebagian besar pertanyaan interviewer adalah seputar perjalanan hidup, sedikitnya selama empat tahun terakhir. Dari pengalaman, sebelum ujian wawancara saya telah mempersiapkan list pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan oleh interviewer. Saya menyusun jawaban sebaik dan semenarik mungkin. Bahkan sempat saya mencoba berbicara di depan cermin. Namun, pada hari H ujian, saya tidak bisa menjawab sesuai dengan kalimat yang telah saya hafalkan. Jawabannya adalah perjalanan hidup yang selama ini saya lalui, aktivitas sehari-hari. Diriku adalah apa yang telah aku lakukan, bukan rancangan yang aku rencanakan.
Untuk teman-teman di luar sana yang lagi berburu beasiswa, hargai setiap proses yang dilalui untuk menuju ke sana. Nikmati masa-masa getirnya mengejar skor TOEFL (sepertinya ini hanya untuk saya deh, hehehe). Jadikan perjalanan mempersiapkan semua urusan administrasi yang cukup ‘rempong’ sebagai petualangan berharga yang bisa jadi akan menjadi sebuah cerita berkesan bagi interviwer. Jangan takut mengorbankan sedikit biaya untuk berburu beasiswa. Jika kita yakin, Insyaallah semua akan berjalan sesuai rencana.

·      Administrasi Yang Tidak Sederhana
Administrasi adalah pintu gerbang utuk bisa masuk ke tahap selanjutnya. Ada banyak persyaratan yang harus dipersiapkan, tergantung jalur kita mendaftar. Secara umum, kita membutuhkan sertifikat kemampuan bahasa asing (kebanyakan pendaftar yang saya temui menggunakan TOFLE ITP). Karena selain biaya tesnya paling murah, pihak LPDP akan memberi kita kesempatan untuk mempersiapkan IELTS (bagi yang studi ke luar negeri) setelah dinyatakan lolos tahap wawancara. Hitung-hitung penghematan biaya. Namun, jika memang kita punya biaya lebih tak ada salahnya kita mempersiapkan IELTS pada saat mendaftar. Mungkin, dengan melihat keseriusan kita maka pihak LPDP lebih tertarik untuk meloloskan kita pada tahap berikutnya.
Menurut pengalaman saya, hal lain yang paling krusial adalah essay dan rencana studi karena pada saat wawancara (jika lolos tahap administrasi) para interviewer akan bertanya seputar apa yang telah kita tulis. Saran saya, tulislah essay yang bisa menggambarkan diri kita sepenuhnya. Terlebih pada kelebihan yang kita punya. Tapi jangan ‘lebay’. Tulis saja apa adanya, namun harus menarik minat interviewer pada kita. Untuk rencana studi, kita harus paham betul dengan jurusan dan universitas yang akan kita tuju. Bahkan kita harus punya ide tentang rencana riset saat studi selanjutnya. Biasanya para interviewer bertanya mendetail pada poin ini.
***Jika teman-teman ingin membaca tentang essay dan rencana studi yang telah saya tulis, saya bisa berbagi dengan teman-teman. Silahkan hubungi saja saya via email atau media apa saja yang bisa saya baca.
   
·      Wawancara Yang Sangat Berkesan
Namanya saja tahap wawancara, di dalamnya ada rangkaian seleksi on the spot essay writing, Leaderless Group Discussion (LGD), dan interview. Menurut saya, ini adalah pengalaman yang sangat berharga. Bertemu dengan teman-teman yang luar biasa. Saya banyak belajar dari mereka yang berani bermimpi dan berjuang untuk membuatnya menjadi nyata. Ditanya olah para interviwer yang sangat luar biasa. Saya banyak merefleksi diri dengan apa yang telah saya perbuat selama ini. Melihat panitia LPDP yang penuh semangat menyambut kami, membangkitkan semangat baru dalam diri bahwa suatu hari nanti saya pun harus seperti mereka, menjadi wadah bagi orang lain dalam mewujudkan mimpinya. Saya yang sebelumya apatis pada negara, politik, sistem pemerintahan, dan isu sosial yang terjadi dengan negeri ini banyak berubah setelah pulang dari sini. Meskipun saya tidak tahu apakah saya akan diberi kesempatan oleh LPDP, dari pengalaman selama tahap wawancara saya mulai menyusun mimpi baru, harapan baru, saya ingin memberi kontribusi untuk bangsa dan negara berdasarkan kemampuan yang saya punya. Saya masih punya banyak teman-teman yang punya niat tulus untuk membangun Indonesia, meskipun di luar sana banyak juga anak ibu pertiwi ini yang berbuat keji dengan menodai tanah air Indonesia. Jika kita belum bisa mengubah orang lain, maka mulailah dengan mengubah diri sendiri.  
1. Tiga Puluh Menit Essay
Setelah verifikasi dokumen, saya dan teman-teman satu kelompok LGD (ada 6 orang termasuk saya) memasuki sebuah ruangan untuk on the spot essay writing. Rasanya dag dig dug tak karuan, namun masing-masing dari kami berupaya untuk tampil setenang mungkin. Sambil menunggu, kami mencoba mereka-reka topik yang mungkin akan diberikan. Prediksi kami tidak akan jauh berbeda dengan isu nasional. Ternyata, benar saja. Setelah lembar ujian di tangan masing-masing kami dipersilahkan untuk menulis tentang satu dari dua topik yang tertulis di kertas masing-masing. Tiga puluh menit terasa begitu singkat. Ada banyak ide yang muncul di kepala seputar topik yang diberikan. Namun, kita harus pandai-pandai memilah hal yang akan kita tulis karena waktu yang terbatas. Menurut pendapat saya, yang dinilai bukan panjang-pendenya essay yang kita tulis. Namun, lebih pada apa yang kita sampaikan. Kala itu saya memilih ‘memudarnya ideologi pancasila di Indonesia dengan adanya anarkisme, teroris, dan munculnya organisasi yang bersifat radikal’.’ Jujur saja, aku tidak begitu paham dengan topik ini dan tidak punya landasan materi. Akhirnya, saya memutuskan untuk menyampaikan pendapat pribadi saja. Tulisan saya juga sangat singkat, tidak lebih dari tiga paragraf.
2. Lima Puluh Menit Diskusi
LGD adalah bagian yang paling menegangkan (menurut anggota kelompok saya). Beruntung, saya punya teman-teman yang sangat kompak. Kami mengutamakan kepentingan kelompok, bukan menonjolkan kemampuan pribadi. Setelah diskusi sebelum LGD, akhirnya saya dipercaya menjadi notulen (menurut penilaian teman-teman sekelompok, saya kompeten menjadi notulen). Awalnya, saya agak bimbang. Setelah berpikir, apa salahnya mencoba walaupun ini adalah pengalaman pertama saya menjadi notulen. Akhirnya saatnya LGD datang juga, kami mendapat topik ‘Pemberantasan Narkoba Dengan Merampas Aset Bandar’ yang mengantarkan kami pada satu pendapat 'SETUJU’. Jujur saja saya tidak begitu tahu poin yang dinilai karena memang kita tidak diberitahu tentang apa yang akan dinilai. Masing-masing kami berusaha memberikan pemikiran terbaik. Sebagai notulen, saya harus merangkum semua pemikiran anggota kelompok dan juga harus menyampaikan pendapat pribadi. Awalnya terasa sulit. Namun, akhirnya saya merasa ‘biasa saja’. Bagi saya, bukan hal baru mengerjakan banyak pekerjaan dalam satu waktu : mendengarkan, menulis, berpendapat, merangkum pendapat orang lain (Ini adalah hal biasa saat saya mengajar les sambil mengerjakan tugas kuliah dan berselancar menggunakan internet). Ternyata ada hikmahnya juga saya punya banyak kesibukan selama ini yang memaksa saya harus bisa fokus mengerjakan semuanya dalam satu waktu. Alhamdulillah, teman-teman sekelompok merasa sangat puas dengan kewajiban saya sebagai notulen. Bahkan ada mereka yang mengapresiasi dengan sangat baik dan mempromosikan saya pada teman-teman dari kelompok lain (saya jadi malu). Ternyata, pengalaman pertama yang sangat baik.
3. Lima Puluh Menit Interview
Sebelum memasuki ruangan interview saya merasa biasa saja. Saat melihat para interviwer baru muncul rasa gugup. Rasa percaya diri saya mulai hilang setelah duduk di depan mereka. Para interviewer memperkenalkan diri dan mulai bertanya. Saking gugupnya saya, nama para interviewer saja saya lupa, hanya ingat mereka bertiga berasal dari Jogjakarta (salah satu daftar kota yang sangat ingin saya kunjungi). Beberapa pertanyaan yang masih saya ingat hingga hari ini :
·      Silahkan duduk, mau langsung atau berdo’a dulu?
·      Silahkan perkenalkan diri dan aktivitasnya selama di bangku perkuliahan.
·      Saya ingin tahu, apakah semua kegiatan ini dilakukan satu persatu atau secara bersamaan?
·      Berapa jam anda mengajar les dalam sehari? Hari apa saja? Siapa saja yang anda ajar?
·      Berapa banyak anda dibayar?
·      Apakah anda tidak merasa lelah?
·      Selain mengajar les, apa kegiatan lain yang anda lakukan?
·      Berapa banyak anda dibayar sebagai asisten dosen?
·      Apa saja organisasi atau kegiatan yang pernah anda pimpin?
·      Apa peranan anda di organisasi atau kegiatan tersebut?
·      Apa kegiatan paling berkesan yang anda lakukan saat menjadi mahasiswa?
·      Dalam kegiatan yang anda adakan, berapa banyak peserta yang terlibat?
·      Apa dampak dari kegiatan yang anda adakan?
·      Mengapa anda merasa sangat sedih dengan anak-anak pinggiran? Apa yang membuat anda merasa sedih? Keadaan mereka kah atau apanya? Saya ingintahu. Apakah anda marah dengan pemerintah yang belum bisa memperhatikan mereka?
·      Selain bersama organisasi, apa kegiatan yang anda lakukan?
·      Mengapa tugas akhir anda bisa dibiayai oleh universitas anda?
·      Apakah ini ide anda atau ide dosen pembimbing anda?
·      Pernahkah anda mencoba menuliskan ide yang anda miliki tersebut?
·      Pernahkah anda berdiskusi dengan dosen atau profesor anda mengenai ide penelitian ini? Apa tanggapannya?
·      Mengapa anda memilih nanomaterial?
·      Anda ingin meneliti tentang apa di bidang ini?
·      Apanya yang ingin anda tingkatkan lagi?
·      Apakah melanjutkan studi adalah saran dosen anda atau inisiatif pribadi?
·      Mengapa anda ingin melanjutkan S2?
·      Anda ingin menjadi dosen dimana?
·      Menurut anda, apakah jurusan anda masih membutuhkan dosen bidang nanomaterial?
·      Mengapa anda tidak melanjutkan studi di luar negeri saja?
·      Apakah anda tidak pernah berpikir untuk melanjutkan studi di luar negeri?
·      Bagaimana cara anda mengatur waktu dengan kegiatan sebanyak ini?
·      Apakah IPK anda adalah yang tertinggi di angkatan anda?
·      Ke kampus, anda naik apa?
*** Sebagian besar tidak terdapat dalam list pertanyaan yang saya siapkan.

·      Akhir Yang Membahagiakan
Setelah menunggu cukup lama, mengorbankan cukup banyak biaya, dan melibatkan begitu banyak bantuan orang lain. Akhirnya, apa yang saya harapkan menjadi nyata. Mengingat bagaimana perjuangan saya mengurus administrasi, setelah mengikhlaskan semua biaya yang telah saya habiskan, satu dari sekian banyak mimpi saya menjadi nyata. Kesempatan yang luar biasa dari Allah SWT untuk saya yang menunda mimpi belajar di kampus impian selama lima tahun lebih. Saat ini saya memiliki kesempatan untuk memilih perguruan tinggi di luar negeri. Sebagai manusia tentu saya sangat ingin dan sedikit serakah. Namun, saya belum siap untuk belajar di luar negeri. Saya ingin membuat mimpi saya untuk menjadi bagian dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak kelas dua SMA menjadi nyata.

Tidak ada komentar: