Awal
mulanya saya ingin memberi judul tulisan ini ‘Tips Mendapatkan Beasiswa LPDP’. Namun,
saya merasa tidak cukup pantas karena banyak teman-teman di luar sana yang jauh
lebih baik dibandingkan saya. Akhirnya saya putuskan untuk berbagi cerita seputar
pengalaman berburu beasiswa setelah banyaknya permintaan dari teman-teman ,’Bagi
dong Mel tipsnya biar lulus beasiswa LPDP.’ Semoga tulisan ini bisa memberi
manfaat untuk diri sendiri dan para pembaca.
Saya hanyalah ‘mantan mahasiswa biasa’ yang
terus berjuang mengejar setiap mimpi yang saya punya. Banyak teman-teman di
luar sana yang jauh lebih pintar dibandingkan saya. Mereka yang juga aktif
berorganisasi dan peduli dengan sesama. Mereka yang lebih kompeten, kemampuan
bahasa asing mereka yang jauh lebih baik dari saya, dan mereka yang memiliki
ide cemerlang dengan semangat nasionalisme yang luar biasa, saya do’a kan
semoga Tuhan memudahan semua langkah dan usaha mereka dalama menggapai
cita-cita.
Saya hanyalah pejuang mimpi yang banyak kekurangan.
Saat kuliah, saya juga pernah bolos, saya juga pernah kesal dengan dosen, saya
juga banyak melanggar peraturan, bahkan saya juga pernah mendapat nilai rendah
pada beberapa mata kuliah. Penelitian saya juga pernah gagal dan harus diulang
dengan konsekuensi wisuda lebih lambat dibandingkan teman-teman yang lain. Saya
juga pernah tidak lulus wawancara kerja. Saya juga pernah gagal masuk kampus
impian. Saya juga pernah mengeluh saat merasa lelah karena aktivitas yang
begitu banyak. Saya juga pernah terpaksa menahan keinginan ‘membeli sesuatu’
demi mengejar mimpi. Saya juga merasa kecewa saat tidak bisa hang out bersama teman-teman karena
harus bekerja. Bahkan saya juga sering menangis sendiri saat semuannya tidak
berjalan sesuai dengan keinginan. Namun, saya tidak pernah lupa dan menyerah
untuk mengejar mimpi. Apa yang saya upayakan saat ini adalah mimpi dari masa
putih abu-abu yang tidak pernah saya lupakan. Saat ini saya dengan sabar
menunggu Pengayaan Bahasa (PB) dan Persiapan Keberangkatan (PK) dari LPDP.
· Semua Butuh Proses
Tak ada yang instant dalam hidup. Apa yang kita dapatkan
adalah muara dari semua proses yang kita jalani. Beberapa kali kita sering
merasa ‘beruntung’ saat bisa menjawab soal ujian tanpa belajar. Atau kita
merasa ‘beruntung’ saat mendapatkan hal baik dalam hidup. Sering kita berucap ‘dia punya hoki yang sangat bagus’ saat
seseorang melakukan pencapaian luar biasa dalam hidup, semisal pekerjaan yang bagus,
karier yang meroket, harta yang berlimpah atau mendapatkan jodoh yang sangat
baik. Hanya saja kita tidak tahu apa yang telah mereka lakukan. Menurut kacamata
pribadi, tak ada ‘hoki’ dalam hidup sekalipun untuk memenangkan undian. Apa yang
kita dapatkan adalah hasil dari apa yang pernah kita lakukan. Hanya saja
sebagai manusia, kita telah lupa bahwa kita pernah berbuat baik atau berusaha
maksimal hingga hari ini kita memperoleh apa yang kita inginkan.
Sama halnya dengan
mendapatkan beasiswa, khususnya LPDP (karena saya hanya punya pengalaman di
sini). Sebagian besar pertanyaan interviewer
adalah seputar perjalanan hidup, sedikitnya selama empat tahun terakhir. Dari
pengalaman, sebelum ujian wawancara saya telah mempersiapkan list pertanyaan yang mungkin akan
ditanyakan oleh interviewer. Saya menyusun
jawaban sebaik dan semenarik mungkin. Bahkan sempat saya mencoba berbicara di
depan cermin. Namun, pada hari H ujian, saya tidak bisa menjawab sesuai dengan
kalimat yang telah saya hafalkan. Jawabannya adalah perjalanan hidup yang selama
ini saya lalui, aktivitas sehari-hari. Diriku
adalah apa yang telah aku lakukan, bukan rancangan yang aku rencanakan.
Untuk teman-teman di
luar sana yang lagi berburu beasiswa, hargai setiap proses yang dilalui untuk
menuju ke sana. Nikmati masa-masa getirnya mengejar skor TOEFL (sepertinya ini
hanya untuk saya deh, hehehe). Jadikan perjalanan mempersiapkan semua urusan
administrasi yang cukup ‘rempong’ sebagai
petualangan berharga yang bisa jadi akan menjadi sebuah cerita berkesan bagi interviwer. Jangan takut mengorbankan sedikit biaya untuk berburu beasiswa. Jika
kita yakin, Insyaallah semua akan berjalan sesuai rencana.
· Administrasi Yang Tidak
Sederhana
Administrasi adalah
pintu gerbang utuk bisa masuk ke tahap selanjutnya. Ada banyak persyaratan yang
harus dipersiapkan, tergantung jalur kita mendaftar. Secara umum, kita membutuhkan
sertifikat kemampuan bahasa asing (kebanyakan pendaftar yang saya temui menggunakan
TOFLE ITP). Karena selain biaya tesnya paling murah, pihak LPDP akan memberi
kita kesempatan untuk mempersiapkan IELTS (bagi yang studi ke luar negeri)
setelah dinyatakan lolos tahap wawancara. Hitung-hitung penghematan biaya. Namun,
jika memang kita punya biaya lebih tak ada salahnya kita mempersiapkan IELTS
pada saat mendaftar. Mungkin, dengan melihat keseriusan kita maka pihak LPDP
lebih tertarik untuk meloloskan kita pada tahap berikutnya.
Menurut pengalaman
saya, hal lain yang paling krusial adalah essay dan rencana studi karena pada
saat wawancara (jika lolos tahap administrasi) para interviewer akan bertanya seputar apa yang telah kita tulis. Saran
saya, tulislah essay yang bisa menggambarkan diri kita sepenuhnya. Terlebih pada
kelebihan yang kita punya. Tapi jangan ‘lebay’.
Tulis saja apa adanya, namun harus menarik minat interviewer pada kita. Untuk rencana studi, kita harus paham betul
dengan jurusan dan universitas yang akan kita tuju. Bahkan kita harus punya ide
tentang rencana riset saat studi selanjutnya. Biasanya para interviewer bertanya mendetail pada poin
ini.
***Jika teman-teman
ingin membaca tentang essay dan rencana studi yang telah saya tulis, saya bisa
berbagi dengan teman-teman. Silahkan hubungi saja saya via email atau media apa
saja yang bisa saya baca.
· Wawancara Yang Sangat Berkesan
Namanya saja tahap
wawancara, di dalamnya ada rangkaian seleksi on the spot essay writing, Leaderless
Group Discussion (LGD), dan interview.
Menurut saya, ini adalah pengalaman yang sangat berharga. Bertemu dengan
teman-teman yang luar biasa. Saya banyak belajar dari mereka yang berani
bermimpi dan berjuang untuk membuatnya menjadi nyata. Ditanya olah para interviwer yang sangat luar biasa. Saya banyak
merefleksi diri dengan apa yang telah saya perbuat selama ini. Melihat panitia
LPDP yang penuh semangat menyambut kami, membangkitkan semangat baru dalam diri
bahwa suatu hari nanti saya pun harus seperti mereka, menjadi wadah bagi orang
lain dalam mewujudkan mimpinya. Saya yang sebelumya apatis pada negara, politik,
sistem pemerintahan, dan isu sosial yang terjadi dengan negeri ini banyak
berubah setelah pulang dari sini. Meskipun saya tidak tahu apakah saya akan
diberi kesempatan oleh LPDP, dari pengalaman selama tahap wawancara saya mulai
menyusun mimpi baru, harapan baru, saya ingin memberi kontribusi untuk bangsa
dan negara berdasarkan kemampuan yang saya punya. Saya masih punya banyak
teman-teman yang punya niat tulus untuk membangun Indonesia, meskipun di luar
sana banyak juga anak ibu pertiwi ini yang berbuat keji dengan menodai tanah
air Indonesia. Jika kita belum bisa mengubah orang lain, maka mulailah dengan
mengubah diri sendiri.
1.
Tiga Puluh Menit Essay
Setelah verifikasi
dokumen, saya dan teman-teman satu kelompok LGD (ada 6 orang termasuk saya) memasuki
sebuah ruangan untuk on the spot essay
writing. Rasanya dag dig dug tak karuan, namun masing-masing dari kami
berupaya untuk tampil setenang mungkin. Sambil menunggu, kami mencoba
mereka-reka topik yang mungkin akan diberikan. Prediksi kami tidak akan jauh
berbeda dengan isu nasional. Ternyata, benar saja. Setelah lembar ujian di
tangan masing-masing kami dipersilahkan untuk menulis tentang satu dari dua
topik yang tertulis di kertas masing-masing. Tiga puluh menit terasa begitu
singkat. Ada banyak ide yang muncul di kepala seputar topik yang diberikan. Namun,
kita harus pandai-pandai memilah hal yang akan kita tulis karena waktu yang
terbatas. Menurut pendapat saya, yang dinilai bukan panjang-pendenya essay yang
kita tulis. Namun, lebih pada apa yang kita sampaikan. Kala itu saya memilih ‘memudarnya ideologi pancasila di Indonesia
dengan adanya anarkisme, teroris, dan munculnya organisasi yang bersifat
radikal’.’ Jujur saja, aku tidak begitu paham dengan topik ini dan tidak
punya landasan materi. Akhirnya, saya memutuskan untuk menyampaikan pendapat
pribadi saja. Tulisan saya juga sangat singkat, tidak lebih dari tiga paragraf.
2.
Lima Puluh Menit Diskusi
LGD adalah bagian
yang paling menegangkan (menurut anggota kelompok saya). Beruntung, saya punya
teman-teman yang sangat kompak. Kami mengutamakan kepentingan kelompok, bukan
menonjolkan kemampuan pribadi. Setelah diskusi sebelum LGD, akhirnya saya
dipercaya menjadi notulen (menurut penilaian teman-teman sekelompok, saya
kompeten menjadi notulen). Awalnya, saya agak bimbang. Setelah berpikir, apa
salahnya mencoba walaupun ini adalah pengalaman pertama saya menjadi notulen. Akhirnya
saatnya LGD datang juga, kami mendapat topik ‘Pemberantasan Narkoba Dengan
Merampas Aset Bandar’ yang mengantarkan kami pada satu pendapat 'SETUJU’. Jujur
saja saya tidak begitu tahu poin yang dinilai karena memang kita tidak
diberitahu tentang apa yang akan dinilai. Masing-masing kami berusaha
memberikan pemikiran terbaik. Sebagai notulen, saya harus merangkum semua
pemikiran anggota kelompok dan juga harus menyampaikan pendapat pribadi. Awalnya
terasa sulit. Namun, akhirnya saya merasa ‘biasa saja’. Bagi saya, bukan hal
baru mengerjakan banyak pekerjaan dalam satu waktu : mendengarkan, menulis,
berpendapat, merangkum pendapat orang lain (Ini adalah hal biasa saat saya
mengajar les sambil mengerjakan tugas kuliah dan berselancar menggunakan
internet). Ternyata ada hikmahnya juga saya punya banyak kesibukan selama ini
yang memaksa saya harus bisa fokus mengerjakan semuanya dalam satu waktu. Alhamdulillah,
teman-teman sekelompok merasa sangat puas dengan kewajiban saya sebagai
notulen. Bahkan ada mereka yang mengapresiasi dengan sangat baik dan
mempromosikan saya pada teman-teman dari kelompok lain (saya jadi malu). Ternyata,
pengalaman pertama yang sangat baik.
3.
Lima Puluh Menit Interview
Sebelum memasuki
ruangan interview saya merasa biasa saja. Saat melihat para interviwer baru muncul rasa gugup. Rasa percaya
diri saya mulai hilang setelah duduk di depan mereka. Para interviewer memperkenalkan diri dan mulai bertanya. Saking gugupnya
saya, nama para interviewer saja saya
lupa, hanya ingat mereka bertiga berasal dari Jogjakarta (salah satu daftar
kota yang sangat ingin saya kunjungi). Beberapa pertanyaan yang masih saya
ingat hingga hari ini :
· Silahkan
duduk, mau langsung atau berdo’a dulu?
· Silahkan
perkenalkan diri dan aktivitasnya selama di bangku perkuliahan.
· Saya
ingin tahu, apakah semua kegiatan ini dilakukan satu persatu atau secara
bersamaan?
· Berapa
jam anda mengajar les dalam sehari? Hari apa saja? Siapa saja yang anda ajar?
· Berapa
banyak anda dibayar?
· Apakah
anda tidak merasa lelah?
· Selain
mengajar les, apa kegiatan lain yang anda lakukan?
· Berapa
banyak anda dibayar sebagai asisten dosen?
· Apa
saja organisasi atau kegiatan yang pernah anda pimpin?
· Apa
peranan anda di organisasi atau kegiatan tersebut?
· Apa
kegiatan paling berkesan yang anda lakukan saat menjadi mahasiswa?
· Dalam
kegiatan yang anda adakan, berapa banyak peserta yang terlibat?
· Apa
dampak dari kegiatan yang anda adakan?
· Mengapa
anda merasa sangat sedih dengan anak-anak pinggiran? Apa yang membuat anda
merasa sedih? Keadaan mereka kah atau apanya? Saya ingintahu. Apakah anda marah
dengan pemerintah yang belum bisa memperhatikan mereka?
· Selain
bersama organisasi, apa kegiatan yang anda lakukan?
· Mengapa
tugas akhir anda bisa dibiayai oleh universitas anda?
· Apakah
ini ide anda atau ide dosen pembimbing anda?
· Pernahkah
anda mencoba menuliskan ide yang anda miliki tersebut?
· Pernahkah
anda berdiskusi dengan dosen atau profesor anda mengenai ide penelitian ini? Apa
tanggapannya?
· Mengapa
anda memilih nanomaterial?
· Anda
ingin meneliti tentang apa di bidang ini?
· Apanya
yang ingin anda tingkatkan lagi?
· Apakah
melanjutkan studi adalah saran dosen anda atau inisiatif pribadi?
· Mengapa
anda ingin melanjutkan S2?
· Anda
ingin menjadi dosen dimana?
· Menurut
anda, apakah jurusan anda masih membutuhkan dosen bidang nanomaterial?
· Mengapa
anda tidak melanjutkan studi di luar negeri saja?
· Apakah
anda tidak pernah berpikir untuk melanjutkan studi di luar negeri?
· Bagaimana
cara anda mengatur waktu dengan kegiatan sebanyak ini?
· Apakah
IPK anda adalah yang tertinggi di angkatan anda?
· Ke
kampus, anda naik apa?
*** Sebagian besar tidak terdapat dalam list pertanyaan yang saya siapkan.
· Akhir Yang Membahagiakan
Setelah menunggu
cukup lama, mengorbankan cukup banyak biaya, dan melibatkan begitu banyak
bantuan orang lain. Akhirnya, apa yang saya harapkan menjadi nyata. Mengingat bagaimana
perjuangan saya mengurus administrasi, setelah mengikhlaskan semua biaya yang
telah saya habiskan, satu dari sekian banyak mimpi saya menjadi nyata. Kesempatan
yang luar biasa dari Allah SWT untuk saya yang menunda mimpi belajar di kampus
impian selama lima tahun lebih. Saat ini saya memiliki kesempatan untuk memilih
perguruan tinggi di luar negeri. Sebagai manusia tentu saya sangat ingin dan
sedikit serakah. Namun, saya belum siap untuk belajar di luar negeri. Saya ingin
membuat mimpi saya untuk menjadi bagian dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
sejak kelas dua SMA menjadi nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar