Selasa, 08 Desember 2020

Closing 2020 With Gratitude, Please!

 

Catatan ini aku tulis untuk para sahabat yang bertanya bagaimana kondisiku. Sejujurnya aku bingung mau menjawab apa. Aku coba jelaskan. Semoga ceritaku menjawab pertanyaan teman-teman. Terimakasih sudah khawatir dan peduli. Hanya Allah yang mampu membalas kebaikan teman-teman. Siapapun yang membaca tulisan ini, mohon do'akan agar aku dan keluarga Allah berikan kemampuan untuk senantiasa bersabar dan bersyukur dalam menjalani hidup ini. Do'a yang baik juga kupintakan pada Allah untuk teman-teman. 

Melda, bagaimana kabarnya?
Alhamdulillah untuk semua yang aku miliki saat ini. Apapun itu adalah pemberian Allah. Tidak ada satu hal pun yang terjadi kecuali atas izin dan kehendak Allah. Alhamdulillah aku sudah kembali ke rumah setelah dirawat di rumah sakit selama 24 jam. Satu pekan setelah kejadian itu, aku banyak merenung: Apa gunanya sehat jika tidak diisi dengan taat kepada Allah. Peristiwa ini (kembali) mengingatkanku bahwa hidup ini sangat singkat dan peluang kita bisa beribadah dengan maksimal lebih singkat lagi. Di atas ranjang rumah sakit, aku menyadari bahwa mandi, wudhu, dan salat adalah nikmat yang lupa untuk disyukuri. Dengan kondisi tangan ditusuk jarum, bersuci saja menjadi sangat sulit. Apalagi mengangkat tangan saat takbir, ruku', dan sujud. Semua ini adalah aktivitas yang mustahil bisa dilakukan saat tangan terpasang selang infus. 

Melda dirawat kenapa?
Tiba-tiba aku sakit perut hebat saat salat dzuhur. Saking sakitnya, sekujur tubuhku mengeluarkan keringat dingin. Telapak tanganku menegang dan berwarna putih pucat. Akhirnya masuk IGD. Karena dokter tidak tahu aku sakit apa, aku diminta cek darah, X-ray, dan USG. Hasil USG menunjukkan ada kista di ovarium. 

Bagaimana perasaannya saat dinyatakan ada kista?
Biasa saja. Buatku, menangisi nasi yang sudah menjadi bubur adalah sesuatu yang tidak berguna. Toh air mata juga tidak akan membuat kistaku luruh dan menghilang. Yang terbersit di kepalaku saat itu adalah: Ya Allah, apapun ini, berikan aku sabar dan syukur dalam menjalaninya. Aku ingin sisa hidupku di dunia ini diisi dengan memberi manfaat pada orang lain. Mungkin aku kurang banyak menonton drama hingga terlalu realistis. Kista atau apapun itu tidak akan membuat usiaku lebih pendek atau lebih panjang. Kematianku sudah tercatat bahkan sebelum aku dilahirkan ke dunia. Yang belum tercatat itu amal baik dan amal burukku, ini yang bisa aku modifikasi. Jadi, slow wae sambil berusaha mencari dan melakukan pengobatan terbaik.

Wih kren bisa se-cool itu!
Sebenarnya ga setenang itu juga. Tahun 2011 aku dinyatakan dokter punya fibroadenoma. Mendengar sendiri penjelasan dokter membuat hatiku terluka. Sepanjang perjalanan pulang, air mataku mengalir, nangis sendirian di sudut angkot Kota Padang. Ini pengalaman kedua. Aku sudah bisa memaklumi bahwa banyak kalimat di rumah sakit bukan kumpulan kata-kata yang ingin kita dengar. Tapi inilah hidup, kita bisa sakit kapan saja. Aku sengaja menemui dokter tanpa ditemani orang tua. Aku yakin bisa menerima apapun vonis dokter. Wajahku sama datarnya dengan intonasi dokter, "Ini kista, 8 cm. Mau operasi kapan?" 

Sedih ga punya kista? Kan bisa jadi tumor atau bahkan kanker. Belum lagi kemungkinan sulit atau bahkan tidak bisa hamil.
Seperti yang aku katakan, selama kita hidup di dunia, akan selalu ada ketidaksempurnaan di antara kesempurnaan yang kita miliki. Allah sudah memberiku banyak hal. Insya Allah aku ikhlas untuk apa yang belum atau tidak Allah berikan padaku di dunia ini. Aku belajar menerima semua ketentuan-Nya. Mulai dari hal-hal sederhana. Seperti tetap tersenyum saat perawat rumah sakit mengira aku USG untuk memeriksakan kehamilan. "Ini anak ke berapa, Kak?" Kita tidak perlu tersinggung atau bersedih dengan kata-kata yang tidak ingin kita dengar. Kita hanya perlu belajar memaklumi.

Atau saat ada yang bilang, "Wah, kista ya? Bakal susah punya anak loh." It is OK. Alhamdulillah, aku belum menikah. "Malah lebih bahaya lagi, gimana nanti kalo pacarnya jadi ga mau menikahi?" Oh, Alhamdulillah aku juga tidak punya pacar. Jadi ga perlu baper. "Hm, bakal susah loh dapat jodohnya. Jarang ada laki-laki yang mau sama wanita yang sistem reproduksinya bermasalah." Ya ga papa. Tidak semua keinginan bisa dipenuhi. Insya Allah aku sudah legowo dengan skenario Allah. Insya Allah aku bisa menerima apapun takdir Allah. Tentu tidak mudah karena bagaimanapun aku adalah manusia yang kadang ingin menjadi manusia lain.

Lalu sekarang berobat apa?
Aku mau mencari dokter dan rumah sakit yang lebih nyaman. Harapannya bisa dapat dokter muslimah yang taat pada Allah karena kondisi psikologi juga penting selama pengobatan. Saat ini aku berjuang mengubah pola hidup menjadi lebih sehat. Tidak mudah memang, terutama soal makanan. Tapi Allah Maha Tahu bagaimana aku berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Aku yakin, dalam penyakit ini ada andil dosa dan salahku sebagai manusia.     

Tidak ada komentar: