Langsung ke konten utama

Postingan

Tentang Hujan, Tawa, dan Percakapan

I called them "HOME" Dan mereka yang datang bukan orang-orang yang tidak memiliki kesibukan atau halangan . Hujan, bukan gerimis seperti yang dikatakan Mba Endang. Dari lantai empat Balubur Town Square (Baltos) terlihat kabut mulai turun. Tempias air menyelinap lewat jendela yang maju-mundur karena angin. Hujan deras mengguyur Bandung. Aku khawatir, takut jika kursi-kursi itu tetap kosong. Aku bisa memaklumi jika mereka membatalkan pertemuan. Tidak semua kejadian di dunia berada dalam kendali manusia . Aku dan mereka sama-sama tahu bahwa kita telah berusaha semampunya. Pramusaji kembali datang, memastikan jumlah kursi yang harus disediakan. Aku menjawab dengan jumlah maksimal. Optimis mereka akan datang.  Bahagia itu sederhana : Saat apa yang kau tunggu satu-persatu mulai datang . Merekah senyum di balik rasa bersalah, hujan membuat mereka basah. Aku tahu ada dingin, namun tawa dan canda menghangatkan semuanya. Mereka adalah orang-orang yang memiliki hati seluas samuder...

Sebuah Cerita Yang Tak Pernah Usai

"Malas adalah musuh seorang anak Adam" Hari pertama Ramadhan 1438 H, aku memilih untuk melihat ke dalam diri. Bercermin pada apa yang aku alami selama enam bulan terakhir. Memetik pesan manis yang mungkin untuk ditulis. Selain ingin membersihkan laman blog pribadi yang sudah kusam oleh debu, aku ingin men- challenge  diri untuk menulis sekelumit kisah hidup yang kualami. Bukan untuk menginspirasi, hanya untuk membuatnya abadi, terpatri selamanya di dalam hati. Beberapa teman angkatan yang sempat mampir dalam potret bingkai kenangan Lagi-lagi satu semester berubah menjadi kenangan. Begitulah hidup. Hari kemarin menjadi sejarah, dan esok masih misteri. Sedangkan kita sering hanyut oleh aliran masa lalu. Atau sibuk merangkai rencana untuk esok yang belum pasti. Sedangkan detik ini kita lewati tanpa memberi arti. Semua yang lalu akan berubah menjadi sejarah. Tidak perlu diratapi, disesali, atau mungkin ditangisi. Move On ! Jika kita melihat dengan mata hati, ada ban...

Penggunaan Smartphone Sebagai Alat Ukur Besaran Fisis

Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan-Tan Malaka (1897-1949) Hari ini, teknologi sudah menyentuh semua lapisan masyarakat. Komputer dan  smartphone  (ponsel pintar) bukan lagi barang langka, terutama di kalangan pelajar. April 2016, data terakhir dari eMarketer menyatakan bahwa Indonesia adalah pasar  smartphone  nomor tiga terbesar di Asia Pasifik setelah Cina dan India. Sayangnya, hasil survei DI Marketing, Asian Research Firm pada Juli 2016 menunjukkan bahwa lebih 80% penduduk Indonesia menggunakan  smartphone  untuk kepentingan media sosial. Artinya, masih sangat minim penduduk Indonesia yang menggunakan  smartphone  untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Minimnya penggunaan  smartphone  untuk perkembangan ilmu pengetahuan disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah ketidaktahuan pengguna  smartphone . Sebagian besar pengguna hanya mengetahui fungsi ...

Lumbung Kebijaksanaan

Alm. kakek waktu muda (Datok Ayah) Aku lahir di pinggir Provinsi Jambi, Duson Tabon. Sebagian besar penduduknya adalah penyadap karet, termasuk ayah dan ibuku. Proses kelahiranku ditangani oleh dukun beranak yang tidak lain adalah nenekku. Minimnya fasilitas kesehatan, sulitnya akses transportasi, dan uang yang terbatas membuat orang tuaku hanya mampu menyambut hadirku di kamar gelap milik seorang sahabat tanpa bantuan tenaga medis. Setelah pindah ke desa ibu, aku tumbuh dalam didikan ibu dan kakek. Jauh sebelum usia sekolah, ibu mengajarku menghafal surah-surah pendek, menulis, berhitung, dan membaca. Di zaman itu, ini adalah hal aneh di mata orang lain karena hampir semua anak di desaku baru belajar saat duduk di bangku sekolah dasar. Setiap magrib kakekku datang, mengajar salat dan mengaji. Setiap magrib juga aku menangis, berontak tidak ingin belajar bersama kakek. Ibu akan membujukku dengan ikan atau ayam goreng. Tangisku berhenti, semangat belajarku kembali lagi karena dua m...

Jogja, Kota Romantis Nan Eksotis

Candi Brobudur Jogja, aku rindu... Pada Tuhan yang mengijinkanku mengunjungimu awal tahun lalu (Januari 2016), Alhamdulillah, segala puji untuk-Mu... Sejak lama aku membayangkan Jogja lewat layar kaca, cerita roman yang aku baca, hingga laman majalah pariwisata. Keraton, Taman Sari, Malioboro, kuliner, dan kultur adalah kekuatan magis yang membuat jalanan Jogja ramai kapan saja. Seolah-olah Jogja adalah kota yang tidak pernah tidur. Setiap sudutnya seakan memanggil para pelancong yang datang untuk terus berkelana. Jogja, panas membuatnya eksotis, mendatangkan candu bagi melankolis, lantas merasa kota ini romantis.   Aku-Ega-Emi Akhirnya kesempatan itu datang. Dengan persiapan serba mendesak, bersama dua orang teman aku berangkat menuju Jogja. Kebetulan yang sangat beruntung, salah seorang temanku adalah Jawa yang rumahnya tetanggaan dengan Candi Brobudur. Mita, semua tiket perjalanan dan akomodasi difasilitasinya. Mulai dari tiket kereta, penginapan, hingga trans...

Alam Takambang Jadi Guru

"Kelak, anak-cucuku harus mengenal alam sama baiknya dengan mengenal modernisasi" Jalan menuju Kampung Bamboo Angkot yang kami tumpangi merangkak naik melewati tanjakan di sepanjang jalan sempit menuju Kampung Bamboo. Foodcourt Surapati Core dan keramaian makin jauh tertinggal di belakang. Setelah beberapa kali bertanya pada penduduk yang memadati jalanan, kami sampai di tujuan. Hening, hamparan semak dan pohon dibalut gemerisik air sungai. Beberapa rumah dengan pintu tertutup masih terdapat di sisi jalan. Aku menghela napas panjang. Aroma khas dedaunan dan udara dingin melewati rongga hidung. Huh, sudah lama aku tidak menghirup udara tanpa polusi. Dalam mendung oleh gerimis yang sedang turun, sejenak terasa hawa dingin mulai memelukku. Namun, hangat tawa karena canda bersama mereka memberi panas dalam rongga dada. Walau aku adalah satu-satunya peserta yang tidak memiliki garis keturunan minang, aku tidak merasa canggung dan berbeda sekalipun sebagian besar dari me...